Box Layout

HTML Layout
Backgroud Images
Backgroud Pattern
blog-img-10

Posted by : official

KEBAHAGIAAN SEJATI

oleh : KH. Ahmad Syatiri Matrais. Lc. M.A

 

Semua orang merindukan kebahagiaan meskipun berbeda kadar kebahagiaan itu. Karena kebahagiaan merupakan hal ihwal yang relatif. Tergantung sisi mana menilainya dan seberapa besar ukurannya. Orang bahagia ketika keinginannya tekabulkan dan tujuannya tercapai. Dan kadar kebahagiaan itu tergantung ketercapaiannya. Jika seratus persen keinginannya tercapai hatinya akan bahagia. Tetapi ketika keinginannya tercapai hanya sebagiannya, tentunya kebahagiaannya tidak sempurna. Di sini perlu sikap menerirma dengan lapang yang dilandasi rasa syukur. Islam mengajarkan demikian, karena kebagiaan itu tidak akan sempurna tanpa didasari rasa syukur dalam menerima pemberian.

Obsesi yang berlebihan dan persepsi yang keliru dalam menyikapi kebahagiaan akan mengganjal rasa syukur. Persepsi yang keliru membuat salah sikap. Seperti orang yang menganggap bahwa pekerjaannya pasti mendatangkan hasil yang maksimal dengan hanya mengukur pekerjaan saja. Seakan pekerjaannya yang menentukan hasil seratus persen. Padahal belum tentu demikian. Keinginan tidak selalu sama dengan kenyataan. Tetapi yang mesti diterima adalah kenyataan bukan mempertahankan keinginan. Obsesi yang terlalu tinggi mendatangkan beberapa kesalahan sebab ukuran obsesi itu seakan telah menentukan hasil, padahal obsesi hanya keinginan dan kemauan keras yang terkadang di luar batas kemampuan.

 

Islam mengajarkan bahwa Allah akan memberikan ganjaran sesuai amal perbuatannya, tidak menguranginya. Allah tidak akan berbuat zalim pada hambanya dan tidak akan menzalimi. Bahkan sebaliknya di luar perkiraan pikiran manusia, Allah akan menghamparkan rahmatNya ke seluruh alam, meskipun banyak orang yang inkar kepadaNya. Sifat Kasih dan Penyayang-Nya ditebarkan ke seluruh makhluk di dunia. Apa yang diminta oleh makhluknya akan diberikan karena Allah Mahakasih. Orang yang kufur, fujur dan fasiq bisa menerima pemberian dari Allah lewat pekerjaan yang dilakukannya. Tetapi rasa PenyayangNya hanya akan diberikan kepada orang-orang yang beriman kepadaNya.

Manusia sendiri yang sering menzalimi dirinya, pekerjaan dan kedudukannya. Sering meminta balasan di atas pekerjaannya. Sering mengira bahwa hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan pekerjaannya, sehingga dirinya kecewa dan menuntut lebih bahkan sampai menjustifikasi tentang ketidakadilan pada Tuhan. Padahal Allah telah berfirman dalam al Quran : “Siapa yang berbuat kebaikan seberat biji zarah, Allah akan melihatNya. Dan siapa yang melakukan keburukan meskipun seberat biji zarah. Allah pun akan melihatnya.” Ayat ini secara tersirat menggambarkan bahwa Allah akan membalas kebaikan sesuai dengan perbuatannya, meskipun kebaikan itu sekecil biji zarah. Begitu pada keburukan yang dilakukan oleh seseorang, akan menerima balasannya setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Dengan konteks ini, maka Allah tidak akan berbuat zalim pada hamba-Nya dan tak akan pernah salah memberikan ganjaran perbuatan. Sebesar apapun atau sekecil apapun perbuatan itu, maka Allah balas dengan kadar perbuatannya.

Tentang kebahagiaan dalam ayat al Quran digambarkan bahwa ada dua kebahagiaan yang dicari manusia. Ada kebahagiaan dunia saja dan ada kebahagiaan dunia dan akhirat. Seperti dalam ayat al Quran pada surat al Baqarah : 200. yang Artinya :

“ Di antara manusia ada yang berdoa : Ya Tuhan kami berilah kami (kebaikan) di dunia,” sedang di akhirat dia tidak memperoleh bagian apapun. Di antara mereka ada juga yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.” 

Ada dua type   manusia menurut gambaran ayat ini. Type pertama Ada manusia yang mencari keuntungan (kebahagiaan) dunia saja, meminta kedudukan, kemuliaan dan kemegahan di dunia. Type kedua manusia yang mencari keuntungan (kebahagiaan) dunia dan akhirat

Untuk mencapai kehidupan kebahagiaan di dunia harus melalui beberapa persyaratan, di antaranya harus sabar dalam berusaha, patuh kepada peraturan dan disiplin, pandai bergaul dan dapat dipercaya, mempunyai maksud baik dalam usahanya dan komitmen serta kosisten dalam pekerjaannya. Untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, hendaknya seseorang mempunyai iman yang murni dan kuat, mengerjakan amal kebaikan dan memiliki akhlak yang mulia. Sedangkan untuk menghindari siksa neraka, seseorang hendaknya meninggalkan pekerjaan maksiat, menjauhkan perbuatan keji dan mungkar dan memelihara diri dari hal-hal yang diharamkan.

Orientasi ibadah dan memberikan manfaat untuk diri, keluarga dan masyarakat. Selalu merasa cukup atas pemberian materi dari Tuhan dan disyukuri apa yang didapatkan. Percaya pada ketentuan dan ketetapan Tuhan adalah yang terbaik untuk dirinya dan keluarga. Inysa Allah kebahagiaan sejati akan diraih. Wallahu A’lam.